Menemukan Kelas di Sudut-Sudut Tak Terduga

Kita sering menganggap “kelas” sebagai ruang dengan empat dinding, papan tulis, dan deretan meja kursi. Tapi, pernahkah kita membayangkan bahwa kelas yang paling berkesan justru bisa berada di luar sana—di pasar tradisional, sungai di belakang sekolah, bengkel tukang kayu, atau bahkan halte bus?

Inilah inti dari alat baru bernama Designing Learning Paths, yang dikembangkan oleh peneliti Project Zero, Daniel Wilson. Alat ini mengajak kita, para pendidik, untuk melihat sekeliling dengan mata yang berbeda. Ia menantang kita untuk memetakan “jalur belajar” dengan memanfaatkan tempat-tempat menarik di lingkungan sekitar sekolah yang sering kali luput dari perhatian.

Riset Wilson melalui Designing Learning Places Lab selama bertahun-tahun telah menemukan bahwa lingkungan belajar yang baik jauh melampaui ruang kelas konvensional. Menurutnya, “keajaiban sebenarnya” dalam pendidikan terjadi ketika terbentuk segitiga yang kokoh antara tiga unsur utama:

  1. PURPOSE (Tujuan): Apa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai? Kompetensi apa yang ingin dikembangkan?
  2. PRACTICE (Praktik): Strategi pedagogi apa yang akan digunakan? Bagaimana proses belajar akan dijalankan?
  3. PLACE (Tempat): Di mana semua itu akan terjadi? Lingkungan seperti apa yang akan mendukungnya?
Gambar: Segitiga "Keajaiban" Pembelajaran Wilson.

Menurut Wilson, ada koherensi atau keselarasan antara purpose, practice, dan place. “Itulah ide besar dari Lab nya: fokus pada ‘place’ dan bagaimana ia berhubungan dengan ‘purpose’ dan ‘practice’.

Mengapa tempat (Place) begitu penting?

Tempat bukan sekadar latar belakang yang pasif. Ia adalah guru ketiga yang hidup (setelah guru dan teman sebaya). Sebuah tempat memiliki:

  • Konteks nyata yang membuat pembelajaran otentik dan bermakna.
  • Sumber daya unik (bahan, suasana, interaksi sosial) yang tidak bisa direplikasi di dalam kelas.
  • Rangsangan sensorik yang berbeda, memperkuat memori dan pemahaman.
  • Aturan dan dinamika sosial alami yang melatih kecakapan hidup siswa.

Designing Learning Paths: Dari Konsep ke Aksi

Design learning ini mendorong kita untuk berpikir tentang pertemuan ketiga unsur itu dan memanfaatkan sebuah tempat dalam empat cara berbeda, yaitu:

  1. Tempat sebagai Sumber (Source): Tempat menjadi bahan kajian langsung. Misalnya, mempelajari ekosistem, sosial budaya, atau geometri dari struktur bangunan di tempat tersebut.
  2. Tempat sebagai Katalis (Catalyst): Tempat memicu pertanyaan dan rasa ingin tahu yang mendorong penyelidikan. Suasana, masalah, atau keunikan suatu lokasi menjadi pemicu proyek belajar.
  3. Tempat sebagai Mitra (Partner): Tempat menawarkan interaksi timbal balik. Siswa tidak hanya mengambil, tetapi juga memberi—misalnya dengan mendokumentasikan cerita, merancang perbaikan, atau berkontribusi pada komunitas di tempat itu.
  4. Tempat sebagai Cermin (Mirror): Tempat membantu siswa merefleksikan identitas, nilai, dan hubungan mereka dengan dunia yang lebih luas. Bagaimana posisi mereka dalam lingkungan itu? Apa peran mereka?
Contoh Sederhana Pembelajaran di Pasar Tradisional

  • Purpose: Memahami konsep ekonomi sederhana (transaksi, supply-demand), mengasah kemampuan komunikasi dan observasi.
  • Practice: Wawancara dengan pedagang, observasi pola interaksi, proyek kecil membuat "usaha" jual-beli sederhana.
  • Place: Pasar tradisional dengan segala keriuhan, tawar-menawar, dan jejaring sosialnya.
Pemanfaatan Tempat: Pasar sebagai Sumber data ekonomi, sebagai Katalis pertanyaan tentang mata pencaharian, sebagai Mitra bagi siswa untuk berinteraksi langsung, dan sebagai Cermin untuk melihat peran uang dan transaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu, Kita Mulai dari Mana Aplikasinya?
  1. Jalan-jalan dan Amati: Kelilingi lingkungan sekolah. Catat tempat yang punya karakter kuat—bisa berupa taman, tempat ibadah, pusat kerajinan, atau sudut kota yang penuh cerita.
  2. Tanyakan pada Kurikulum: Tujuan pembelajaran apa yang cocok ‘dipindahkan’ ke tempat itu? Mana yang akan lebih efektif jika dialami, bukan hanya dibaca?
  3. Pilih Peran Tempat: Mau pakai tempat sebagai Sumber, Katalis, Mitra, atau Cermin? Atau kombinasikan?
  4. Rancang Pengalamannya: Strategi belajar seperti apa yang cocok dengan tempat pilihan? Diskusi kelompok di lokasi? Dokumentasi foto? Eksperimen kecil? Wawancara?
  5. Coba dan Refleksikan: Lakukan, lalu diskusikan dengan siswa. Apakah ‘keajaiban’ segitiga purpose-practice-place terasa? Apa yang berhasil dan apa yang perlu disesuaikan?
Membuka diri pada kemungkinan “place” dalam pembelajaran adalah mengakui bahwa dunia adalah kelas kita yang paling besar. Dengan alat seperti Designing Learning Paths, kita tidak hanya mengajak siswa keluar ruangan, tetapi membawa konteks dunia nyata yang kaya ke dalam hati pembelajaran mereka. Mari lihat sekeliling. Kelas berikutnya mungkin sedang menunggu di sudut kota yang belum pernah kita masuki bersama siswa.


tulisan disadur dari: https://www.gse.harvard.edu/ideas/usable-knowledge/25/09/classroom-isnt-only-place-learning

Baca Juga
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar